Pulau Es Baru Kajian Menarik
Kamis, 12 Agustus 2010
11:37 WIB
SHUTTERSTOCK
Kutub Utara
JAKARTA, KOMPAS.com - Bongkahan es yang terpisah dari gletser Greenland, dekat Kutub Utara, pada akhir pekan lalu merupakan yang terbesar dalam sejarah 50 tahun terakhir.
"Bongkahan es yang terlepas itu tidak mungkin menyatu kembali dengan gletser Greenland," kata ahli fisika lingkungan Hidayat Pawitan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Rabu (11/8/2010) di Bogor.
Menurut Hidayat, jika pecahnya bongkahan es tersebut dipengaruhi oleh sirkulasi laut global yang menghangat, semestinya sudah bisa diprediksikan hingga setahun atau lebih sebelumnya.
Jika bongkahan es itu akibat peningkatan suhu pada atmosfer, bisa berlangsung lebih cepat. "Kedua-duanya merupakan fenomena yang bisa berpengaruh," kata Hidayat.
Seperti diberitakan Reuters dan AFP, bongkahan es itu memiliki luas 260 kilometer persegi. Ketinggian yang tampak di atas permukaan diperkirakan setengah dari gedung Empire State di New York, Amerika Serikat, atau sekitar 150 meter.
Ahli ilmu dan teknologi kelautan dari Universitas Delaware, Amerika Serikat, Andreas Muenchow, mengungkapkan, bongkahan es itu terpisah dari gletser Petermann. Gletser ini merupakan satu dari dua yang terbesar yang berada di Greenland.
Muenchow memperkirakan, volume air tawar dalam bongkahan es tersebut adalah volume aliran Sungai Hudson di Delaware selama dua tahun. Volume itu juga disamakan dengan kebutuhan 120 hari publik AS akan air tawar dari keran.
Sebagai ilmuwan, Muenchow tidak bisa secara langsung memastikan penyebab bongkahan es itu akibat pemanasan global. Meskipun diketahui bahwa enam bulan pertama tahun 2010 ini merupakan masa yang terpanas.
"Aliran air laut di bawah gletser merupakan salah satu penyebab utama terjadinya bongkahan es," kata Muenchow.
Minus 80 derajat celsius
Hidayat Pawitan mengutarakan, bongkahan es yang muncul ke atas permukaan air laut hanyalah 10 persen. Selebihnya, 90 persen bongkahan es tersebut ada di bawah permukaan air laut sehingga bisa mencapai kedalaman sekitar satu kilometer.
"Pusat bongkahan es memiliki suhu yang berkisar sampai minus 80 derajat celsius. Pelelehannya masih akan memakan waktu tahunan lamanya," kata Hidayat.
Mengenai sirkulasi air laut yang berpengaruh saat ini, menurut Hidayat, masih berasal dari selatan ke utara. Ini mengakibatkan tidak akan terjadi pergeseran bongkahan es.
Selain memakan waktu lama, pergeseran bongkahan es sedalam tersebut bahkan bisa terhenti karena ada kemungkinan bagian bawahnya tersangkut di dasar laut.
"Pada Desember 2010 nanti pola sirkulasi laut akan berubah dari utara ke selatan," katanya. Dengan perubahan arah arus tersebut, bongkahan es akan bergerak ke selatan dengan kecepatan amat rendah.
Menurut dia, fenomena pelelehan es atau terpisahnya bongkahan es dari gletser utama selalu terjadi sepanjang sejarah.
Dicontohkan, negara Arab Saudi bahkan sampai memanen bongkahan es dari gletser di Kutub Selatan untuk diambil kandungan air tawarnya.
"Setahu saya, Arab Saudi sudah mengembangkan penarikan bongkahan es dari gletser Kutub Selatan sejak tahun 1980-an untuk diubah menjadi cadangan air tawarnya," kata Hidayat.
Hidayat mengatakan, bongkahan es tersebut berada di antara Greenland dan Kanada. Suhu air laut yang berada di sekitar bongkahan masih memungkinkan terjadinya pembekuan sehingga massa bongkahan es membesar. (NAW)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar